A.
Definisi Psikoterapi
Psikoterapi secara etimologis
mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang diartikan sebagai jiwa dan
“theraphy” dari bahasa yunani yang berarti merawat atau mengasuh.
Psikoterapi didefinisikan sebagai perawatan yang secara umum mempergunakan
intervensi psikis dengan pendekatan psikologi terhadap pasien yang mengalami
gangguan psikis atau hambatan kepribadian (Subandi, 2002).
Sedangkan menurut
Corsini (dalam Gunarso, 1992), Psikoterapi adalah proses moral dari interaksi
dari dua pihak. Setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang. Tetapi ada
kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan
untuk keadaan yang tidak menyenangkan pada salah satu bidang.
Lalu menurut Warson dan Morse (dalam
Gunarso, 1992), Psikoterapi adalah bentuk khusus dari interaksi antara dua
orang pasien dan terapis pada mana memiliki dari interaksi. Karena mencari
bantuan psikologis dan terapi menyusun interaksi dengan menggunakan dasar
psikologis untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri
dalam kehidupanya dengan mengubah pikiran, perasaan, dan tindakanya.
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli diatas,
dapat disimpulkan psikoterapi adalah proses perawatan atau penyembuhan penyakit
kejiwaan melalui teknik dan metode psikologi.
B.
Definisi Konseling
Menurut Jones (1951), Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan
dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi
sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung
dalam pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang
progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa
bantuan.
Lalu menurut English (dalam Schertzer & Stone, 1980) konseling
merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat
interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau
penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
Sedangkan menurut Schertzer dan Stone (1980), konseling adalah upaya
membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara
konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu
membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya
sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Menurut Prayitno dan Anti (2004), konseling
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh
seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu
masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi
klien.
Berdasarkan beberapa pendapat para
ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan suatu kegiatan memberi
bantuan tentang masalah tertentu kepada klien melalui wawancara atau
pengumpulan fakta-fakta mengenai klien lalu akan diberikan arahan atau panduan
oleh konselor agar klien atau yang bersangkutan dapat memecahkan masalah
tersebut.
C.
Letak Perbedaan Konseling dan Psikoterapi
Apabila kita tinjau dari
definisi kedua permbahasan tersebut konseling Menurut Schertzer dan Stone
(1980) Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang
bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri
dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan
nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi
menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa
psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang
sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola
perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi
yang positif.
Dari dua definisi di
atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut bahwa
konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan konseli dan lebih
mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika
proses konseli berlangsung dan semacam memberikan solusi agar konseli dapat
lebih memahami lingkungan serta mampu membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya
konseli dapat menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.
Sedangkan psikoterapi
lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya emosional dan juga
lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan juga lebih
berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan
lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian ke arah yang positif.
Perbedaan konseling dan
psikoterapi didefinisikan oleh Pallone (1977) dan Patterson (1973) yang dikutip
oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai berikut:
KONSELING
|
PSIKOTERAPI
|
1. Klien
|
1. Pasien
|
2. Gangguan
yang kurang serius
|
2. Gangguan
yang serius
|
3. Masalah:
Jabatan, Pendidikan, dsb
|
3. Masalah
kepribadian dan pengambilan
Keputusan
|
4. Berhubungan
dengan pencegahan
|
4. Berhubungan
dengan penyembuhan
|
5. Lingkungan
pendidikan dan non medis
|
5. Lingkungan
medis
|
6. Berhubungan
dengan kesadaran
|
6. Berhubungan
dengan ketidaksadaran
|
7. Metode
pendidikan
|
7. Metode
penyembuhan
|
D.
Tujuan Psikoterapi dan Konseling
1.
Tujuan Psikoterapi
Berikut ini akan
diuraikan mengenai tujuan dari psikoterapi secara khusus dari beberapa metode
dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua orang tokoh yakni Ivey,
et al (1987) dan Corey (1991):
a)
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan
psikodinamik, menurut Ivey, et al (1987): membuat sesuatu yang tidak sadar
menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap
kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari
konflik-konflik yang lama.
b)
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan
psikoanalisi, menurut Corey (1991): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi
sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali
pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik-konflik yang
ditekan melalui pemahaman intelektual.
c)
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan
Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey, et al (1987): untuk memberikan
jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara
wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal dan
mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi pertumbuhannya yang
unik.
d)
Tujuan psikoterapi pada pendekatan
terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991): untuk memberikan suasana aman,
bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan enak, sehingga ia bisa mengenai
hal-hal yang mencegah pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada
dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat.
e)
Tujuan psikoterapi dengan pendekatan
behavioristik, menurut Ivey, et al (1987): untuk menghilangkan kesalahan dalam
belajar dan untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa
menyesuaikan.
f)
Sehubung dengan terapi behavioristik ini,
Ivey, et al (1987) menjelaskan mengenai tujuan pada terapi
kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara berfikir yang menyalahkan
diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih rasional dan toleran terhadap
diri sendiri dan orang lain.
g)
Corey (1991) merumuskan mengenai
kognitif-behavioristik dan sekaligus rasional-emotif terapi dengan:
menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang menyalahkan diri
sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara rasional dan
toleran.
h)
Tujuan psikoterapi dengan metode dan
teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et al (1987): agar seseorang menyadari
mengenai kehidupannya dan bertanggung jawab terhadap arah kehidupan seseorang.
i)
Corey (1991) merumuskan tujuan terapi
Gestalt: membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari
pengalamannya. Untuk merangsang menerima tanggung jawab dari dorongan yang ada
di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap
dorongan-dorongan dari dunia luar.
Dapat disimpulkan bahwa beberapa tujuan psikoterapi antara lain :
a)
Perawatan akut (intervensi krisis dan
stabilisasi)
b)
Rehabilitasi (memperbaiki gangguan
perilaku berat)
c)
Pemeliharaan (pencegahan keadaan memburuk
dijangka panjang)
d)
Restrukturisasi (meningkatkan perubahan
yang terus menerus kepada pasien).
2.
Tujuan Konseling
Sejalan dengan
perkembangannya konsepsi bimbingan dan konseling maka tujuan bimbingan dan
konselingpun mengalami perubahan dari yang sederhana sampai ke yang lebih
konprehensif yaitu:
a)
Menurut Hamrin & Cliford, ialah untuk
membantu individu membuat pilihan penyesuaian-penyesuaian interpretasi dalam
hubungannya dengan situasi-situasi tertentu
b)
Bradshow untuk memperkuat fungsi-fungsi
pendidikan
c)
Tiedeman untuk membantu menjadi insan yang
berguna tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang berguna saja
dengan proses
Menurut Thompson & Rudolph, 1983 Bimbingan dan konseling bertujuan agar
klien:
a)
Mengikuti kemauan-kemauan/saran-saran
konselor
b)
Mengadakan perubahan tingkah laku secara
positif
c)
Melakukan pemecahan masalah
d)
Melakukan pengambilan keputusan,
pengembangan kesadaran dan pengembangan pribadi
e)
Mengembangkan penerimaan diri
f)
Memberikan pengukuhan.
Tujuan umum bimbingan
dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara
optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya
(seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), barbagai latar belakang yang ada
(seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status social ekonomi) serta
sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Adapun tujuan khusus
bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang
dikaitkan secara langsung dari permasalahan yang dialami oleh individu yang
bersangkutan, sesuai dengan konpleksitas permasalahannya itu. Masalah-masalah
individu berbagai macam ragam jenis, intensitas, dan sangkut pautnya, serta
masing-masing bersifat unik.
DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. (1991). Theory and Practice
of Conceling and Psychotherapy. California: Brools/Cole Publishing Company.
Gunarso, S. (1992). Konseling dan Psikoterapi.
Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ivey, A. (1987). Conseling and
Psychotherapy: Integrating Theory and Practice. New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.
Jones, A. (1951). Principle of
Guidance and Pupil Personnel Work. New York: McGraw-Hill Book Company.
Phares, & Trull. (2001). Clinical
Psychology. USA: Wadsworth.
Prayitno, & Anti. (2004). Dasar-dasar
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Scertzer, B., & Stone, H. (1980). Fundamental
of Guidance. New York: Hongthon Miffin Company.
Subandi. (2002). Psikoterapi
Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Thompson, & Rudolph. (1983). Counceling
Children. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.
No comments:
Post a Comment