Perlu diketahui disini sejarah tercatat melaporkan berbagai macam interpretasi mengenai penyakit mental dan cara menghilangkannya. Hal ini disebabkan oleh dua alasan , yaitu
(1) Sifat dari masalah yang disebabkan oleh tingkah laku abnormal membuatnya menjadi merasa ketakutan. (2) Perkembangan semua ilmu pengetahuan begitu lambat , dan banyak kemajuan yang sangat penting.
Pada masa awal awal orang yang sakit mental dapat dipahami secara seluruh sering diperlakukan dengan kurang baik. Di jaman prasejarah pun manusia purba sering kali mengalami gangguan mental baik fisik maupun gangguan gangguan yang baik. Di jaman prasejarah ini juga terdapat perawatan-perawatan untuk penyakit gangguan mental yaitu : menggosok,menjilat,mengisap dan memotong.
Sejarah kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karna masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati dan terlihat. Hal ini lebih karna mereka sehari-hari hidup bersama sehingga tingkah laku yang mengindikasikan gangguan mental dianggap hal yang biasa bukan lagi sebagai gangguan.
Gangguan Mental Tidak Dianggap Sebagai Sakit
Pada tahun 1600 dan sebelumnya , orang yang mengalami gangguan mental dengan cara memanggil kekuatan supranatural dan menjalani ritual penebusan dan penyucian. Pandangan terhadap masyarakat ini menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental adalah karna mereka dimasuki oleh roh-roh yang ada disekitarnya.
Sejarah kesehatan mental merupakan cerminan dimana pandangan masyarakat terhadap gangguan mental dan perlakuan yang diberikan. Ada beberapa pandangan masyarakat terhadap gangguan mental di dunia Barat antara lain :
- Akibat kekuatan supranatural
- Dirasuk oleh roh atau setan
- Dianggap kriminal karna memiliki derajad kebinatangan yang lebih besar
- Dianggap sakit
Tahun 1692 mendapatkan suatu pengaruh para imigran dari Eropa yang beragama Nasrani, di Amerika orang yang bergangguan mental saat itu sering dianggap terkena shir atau guna-guna. Ini merupakan penjelasan yang diterima secara umum sehingga masyarakat takut dan membenci mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir.
Gangguan Mental Dianggap Sebagai Sakit
Tahun 1724 pendeta Cotton Mather (1663-1728) mematahkan takhayul yang hidup di masyarakat berkaitan dengan sakit jiwa dengan memajukan penjelasan secara fisik mengenai sakit jiwa itu sendiri.
Tahun 1812 , Benjamin Rush (1745-1813) menjadi salah satu yang menangani masalah penanganan secara mental. Antara tahun 1830-1860 di Inggris timbul menangani pasien sakit jiwa. Pada masa ini tumbuh penanganan dirumah sakit jiwa merupakan hal ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan.
Melawan Diskriminasi Terhadap Gangguan Mental
Dunia medis memberikan pandangan tersendiri terhadap pemahaman mengenai gangguan mental. Dunia medis memandang penderita gangguan mental sebagai betul mengalami sakit. Dunia medis melihat sakit mental sebagai berakar dari sakit ketubuhan terutama otak.
Ilmu perilaku yang semakin berkembang juga memberikan pemahaman tersendiri mengenai gangguan mental. Berdasarkan pandangan ini penderita gangguan mental dimaknai sebagai ketidakmampuan mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang sesuai dengan realitanya.
Konsep Sehat dilihat dari 5 Dimensi
1. Dimensi Emosional
Menurut Goleman emosional merupakan hasil campur dari rasa takut, gelisah, marah, sedih dan senang.
2. Dimensi Intelektual
Memecahkan masalah dengan pikiran yang tenang, yang dapat memecahkan masalah tersebut.
3. Dimensi Fisik
Suatu kondisi tubuh yang di haruskan dengan kondisi tubuh sehat.
4. Dimensi Sosial
Seseorang dapat melakukan perannya dalam lingkup yang lebih besar dan dapat berinteraksi dengan baik.
5. Dimensi Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing.
Daftar Pustaka :
Yustinus Semiun. OFM. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Kanisius
Siswanto. S. Psi. Msi. 2007. Kesehatan Mental,Konsep,Cakupan dan Perkembangan. Yogyakarta : Andi.
Dra. Siti Sundari HS. M.Pd, 2005. Kesehatan Mental. Jakarta: Rineka Cipta.
Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius