Saturday, May 20, 2017

(Tugas 3) Review Jurnal CBT

Judul
Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif
Jurnal
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan
Volume & Halaman
Vol. 01, No. 01
Tahun
2013
Penulis
Cahyaning Suryaningrum
Reviewer
Noer Keila Tial Lovelya (16513482)
Tanggal
20 Mei 2017

Tujuan Penelitian
Untuk melihat apakah Cognitive Behavior Therapy (CBT) efektif untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif,
Subjek Penelitian
 Subyek dalam penelitian ini adalah seorang mahasiswa yang memiliki ciri-ciri atau simtom gangguan obsesif-kompulsif berusia 20 tahun, berjenis kelamin perempuan, dan telah mengalami OCD selama 5 tahun.
Metode Penelitian
Elemen desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah ABA design, di mana A adalah fase sebelum terapi, B adalah fase terapi atau intervensi yang kemudian dilanjutkan dengan fase tindak lanjut A (Kazdin, 1998). Metode asesmen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, self report dan kuesioner.
Definisi Operasional Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Cognitive Behavior Therapy
Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response prevention (Abel, dalam Holmes, 1997). Klien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi, hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik exposure with response prevention dalam penerapannya biasanya disertai dengan restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi dan modeling (Hoeksema, 2003). Oleh karena itu, teknik CBT yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah latihan relaksasi, restrukturisasi kognitif, modeling dan exposure with response prevention.
Kelebihan Terapi CBT









Kelebihan dari CBT adalah dapat mengukur interpersonal dan kemampuan sosial individu, membangun keterampilan sosial individu, keterampilan komunikasi atau bersosialisasi, pelatihan ketelitian, keterampilan resolusi konflik dan manajemenagresi, serta tidak berfokus pada satu sisi saja (tidak hanya perilaku) tetapi juga dalam kognitif individu.
Kelemahan Terapi CBT
Kelemahannya adalah hanya mengukur dan mengetahui kondisi pada saat dilakukan penelitian, serta membutuhkan waktu yang relatif lama.
Langkah-langkah Penelitian
Pertama, latihan relaksasi, berupa relaksasi otot progresif (Soewondo, 2003) untuk belajar menegangkan dan mengendurkan bermacam-macam kelompok otot serta belajar memperhatikan perbedaan antara rasa tegang dan rileks. Kedua, restrukturisasi kognitif, prosedur terapi untuk mengurangi tingkat kecemasan subyek yang disebabkan oleh pemikiran-pemikiran negatif dan menggantikannya dengan pemikiran-pemikiran yang lebih positif, dan. Ketiga, Exposure with response prevention (Abel, dalam Holmes, 1997), untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif. Subyek dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya (bila tidak akan menimbulkan “bahaya”) namun mereka dicegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika Subyek dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi, hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual tadi.
Penilaian dan pengukuran dilakukan sebelum treatmen (pra terapi), selama terapi berlangsung, segera setelah keseluruhan terapi selesai diberikan (pasca terapi), dan terakhir pada tahap tindak lanjut (setelah terapi dihentikan).
Hasil Penelitian
Setelah terapi selama 1,5 bulan intensif (9 sesi) mulai dari berlatih relaksasi, restrukturisasi kognitif hingga melakukan exposure selama delapan hari berturut-turut, di awal exposure ke-1 subyek masih memiliki pemikiran yang obsesif, namun semakin hari pemikiran yang lebih rasional dapat dimunculkan subyek untuk menggantikan pemikiran yang obsesif itu. Hanya saja, pada aktivitas mencuci baju subyek masih membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat memunculkan pemikiran yang lebih rasional. Hal ini dapat dipahami mengingat aktivitas mencuci baju yang kompulsif ini paling lama diderita oleh subyek dengan derajat simtom yang lebih berat dibanding aktivitas lainnya.
Setelah exposure selama delapan hari berturut-turut, hasil menunjukkan bahwa perilaku kompulsif subyek cenderung menurun. Hal ini berarti bahwa terapi yang diterapkan pada subyek dapat mengurangi frekuensi perilaku kompulsifnya dari hari ke hari.
Secara keseluruhan, dengan melihat perubahan yang terjadi pada subyek dalam beberap sesi, yaitu perubahan pemikiran obsesif yang semula irasional menjadi lebih rasional, adanya penurunan ketegangan dan penurunan perilaku kompulasif yang terjadi pada subyek dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Cognitive Behavior Theraphy (CBT) dengan teknik relaksasi, restrukturisasi kognitif dan exposure with respon prevention efektif untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif.
Kelebihan Penelitian
Kekuatan penelitian ini adalah alat yang digunakan dalam penelitian berupa wawancara serta observasi yang cukup signifikan sehingga penelitian yang dilakukan valid dan reliabel serta subjek yang kooperatif dalam melakukan terapi juga dapat mendukung penelitian tersebut.
Kelemahan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah waktu terapi (sesi) yang kurang panjang dalam arti terapi sudah dihentikan sebelum perubahan yang signifikan terjadi dan tidak dilakukannya masa tindak lanjut untuk memantau perubahan subyek dikarenakan keterbatasan waktu penelitian.


Wednesday, April 19, 2017

(Tugas 2) Review Jurnal Terapi Client-centered Carl Rogers

Judul
Penerapan Konseling Client-centered Dengan Teknik Permisif Untuk Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas X. IIS 2 SMA Negeri 2 Singaraja
Jurnal
e-Journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling
Volume
Vol. 2 No. 1
Tahun
2014
Penulis
Kadek Vivien Windayani, Prof. Dharsana, & Kd. Suranata
Reviewer
Keila Tial Lovelya 
Tanggal
19 April 2017


Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan harga diri siswa kelas X IIS 2 SMA Negeri 2 Singaraja setelah dilaksanakan penerapan konseling client-centered dengan teknik permisif.
Subjek Penelitian
 Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IIS 2 SMA Negeri 2 Singaraja yang berjumlah sebanyak 27 siswa. Ditetapkan kelas X. IIS 2 sebagai subjek penelitian karena dari pengamatan langsung peniliti didalam kelas bahwa siswa yang memiliki perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan kurang percaya diri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalaam meraih sesuatu, merendahkan martabat diri sendiri.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner dengan menggunakan kuesioner harga diri pola skala linkert dan dianalisis secara deskriptif serta menggunakan buku harian.
Definisi Operasional Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penerapan konseling client-centered dengan teknik permisif
·         Pendekatan client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Karena seperti yang telah diketahui bahwa konseling Clien-Centered atau Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception), (Corey (dalam terjemahan E. Koswara, 1988: 198).
Konseling client-centered memiliki berbagai teknik diantaranya Menerima, Keselarasan (congruence), Pemahaman, Mampu mengkomunikasikan sifat-sifat khas ini, Hubungan yang membawa akibat, dan teknik permisif.Berdasarkan teknik-teknik tersebut, peneliti memilih menggunakan teknik Permisif, karena teknik permisif ini teknik yang mengijinkan keputusan yang dibuat oleh klien dan mendorong terus dan konselor menyadarkan pilihan dengan cara pilihan tersebut dengan resiko yang dimbil sampai dia merasa jenuh dan bosan atas keputusannya.
Kelebihan Konseling client-centered









Kelebihan dari teori konseling Client-Centered yaitu pemusatan pada klien dan bukan pada therapist, identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian, lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik, memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif, penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi,menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis, klien memiliki pengalaman positif dalam terapi ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahny,klien merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi.
Kelemahan Konseling client-centered
Kelemahan dari teori konseling client-centered ini yaitu terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana, terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan, tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu, tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggungjawabnya, sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal,terapi menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup, tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah, minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya.
Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 siklus dimana masing-masing siklus melalui tahap identifikasi, diagnosa, prognosa, konseling/treatment, evaluasi/follow up, dan refleksi.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan konseling client-centered dengan teknik permisif untuk meningkatkan harga diri pada siswa kelas XIIS SMA Negeri 2 Singaraja, ini terbukti dari peningkatan persentase skor harga diri siswa berdasarkan hasil penyebaran kuesioner harga diri. Persentase harga diri siswa 56.6% menjadi 58,00% pada siklus I dan dari 59.00% menjadi 63,00% pada siklus II. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase skor sebesar 3.8% dari kondisi awal ke siklus I dan 4% dari siklus I ke siklus II.
Hal ini menunjukkan bahwa harga diri yang dimiliki siswa dapat ditingkatkan. Semakin baik penerapan konseling client-centered dengan teknik permisif yang diberikan untuk meningkatkan harga dirisiswa baik dalam hal belajar, perilaku sehari-hari di sekolah terhadap teman atau guru yang kurang baik, maka semakin baik hasil yang di dapat.
Kelebihan Penelitian
Kekuatan penelitian ini adalah alat yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner cukup mudah digunakan oleh subjek penelitian sehingga dalam pengambilan data tidak memakan banyak waktu, serta dengan adanya tahap-tahap antara lain identifikasi, diagnosa, prognosa, konseling/traitment/training, evaluasi, follow up, dan refleksi dapat membuat hasil penelitian lebih akurat dan reliabel.
Kelemahan Penelitian
Kelemahan penelitian ini adalah banyak kata-kata dalam jurnal yang sukar atau sulit dipahami dan kurang teliti pada saat menulis sehingga banyak terdapat kesalahan dalam penulisan.

Tuesday, March 21, 2017

(Tugas 1) Perbedaan Psikoterapi dan Konseling

A.  Definisi Psikoterapi
Psikoterapi secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang diartikan sebagai jiwa dan “theraphy” dari bahasa yunani yang berarti merawat atau mengasuh. Psikoterapi didefinisikan sebagai perawatan yang secara umum mempergunakan intervensi psikis dengan pendekatan psikologi terhadap pasien yang mengalami gangguan psikis atau hambatan kepribadian (Subandi, 2002).
Sedangkan menurut Corsini (dalam Gunarso, 1992), Psikoterapi adalah proses moral dari interaksi dari dua pihak. Setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang. Tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan untuk keadaan yang tidak menyenangkan pada salah satu bidang.
Lalu menurut Warson dan Morse (dalam Gunarso, 1992), Psikoterapi adalah bentuk khusus dari interaksi antara dua orang pasien dan terapis pada mana memiliki dari interaksi. Karena mencari bantuan psikologis dan terapi menyusun interaksi dengan menggunakan dasar psikologis untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupanya dengan mengubah pikiran, perasaan, dan tindakanya.
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli diatas, dapat disimpulkan psikoterapi adalah proses perawatan atau penyembuhan penyakit kejiwaan melalui teknik dan metode psikologi.
B.  Definisi Konseling
Menurut Jones (1951), Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.
Lalu menurut English (dalam Schertzer & Stone, 1980) konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.
Sedangkan menurut Schertzer dan Stone (1980), konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Menurut Prayitno dan Anti (2004), konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan suatu kegiatan memberi bantuan tentang masalah tertentu kepada klien melalui wawancara atau pengumpulan fakta-fakta mengenai klien lalu akan diberikan arahan atau panduan oleh konselor agar klien atau yang bersangkutan dapat memecahkan masalah tersebut.
C.  Letak Perbedaan Konseling dan Psikoterapi
Apabila kita tinjau dari definisi kedua permbahasan tersebut konseling Menurut Schertzer dan Stone (1980) Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Sedangkan psikoterapi menurut Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull 2001), mengungkapkan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritmen terhadap masalah yang sifatnya emosional. Dengan tujuan menghilangkan simptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Dari dua definisi di atas kita bisa tarik kesimpulan mengenai dua pembahasan tersebut bahwa konseling lebih terfokus pada interaksi antara konselor dan konseli dan lebih mengutamakan pembicaraan serta komunikasi non verbal yang tersirat ketika proses konseli berlangsung dan semacam memberikan solusi agar konseli dapat lebih memahami lingkungan serta mampu membuat keputusan yang tepat dan juga nantinya konseli dapat menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya.
Sedangkan psikoterapi lebih terfokus pada treatment terhadap masalah sifatnya emosional dan juga lebih dapat diandalkan pada klien yang mengalami penyimpangan dan juga lebih berusaha untuk menghilangkan simptom-simptom yang di anggap mengganggu dan lebih mengusahakan agar klien dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian ke arah yang positif.
Perbedaan konseling dan psikoterapi didefinisikan oleh Pallone (1977) dan Patterson (1973) yang dikutip oleh Thompson dan Rudolph (1983), sebagai berikut:
KONSELING
PSIKOTERAPI
    1.    Klien
    1.    Pasien
    2.    Gangguan yang kurang serius
    2.    Gangguan yang serius
    3.    Masalah: Jabatan, Pendidikan, dsb
    3.  Masalah kepribadian dan pengambilan
          Keputusan
    4.    Berhubungan dengan pencegahan
    4.    Berhubungan dengan penyembuhan
    5.  Lingkungan pendidikan dan non medis
    5.    Lingkungan medis
    6.    Berhubungan dengan kesadaran
    6.    Berhubungan dengan ketidaksadaran
    7.    Metode pendidikan
    7.    Metode penyembuhan

D.  Tujuan Psikoterapi dan Konseling

1.    Tujuan Psikoterapi
Berikut ini akan diuraikan mengenai tujuan dari psikoterapi secara khusus dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua orang tokoh yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991):
a)    Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik, menurut Ivey, et al (1987): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
b)   Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisi, menurut Corey (1991): membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
c)    Tujuan psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey, et al (1987): untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi pertumbuhannya yang unik.
d)   Tujuan psikoterapi pada pendekatan terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991): untuk memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan enak, sehingga ia bisa mengenai hal-hal yang mencegah pertumbuhannya dan bisa mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat.
e)    Tujuan psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al (1987): untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih bisa menyesuaikan.
f)    Sehubung dengan terapi behavioristik ini, Ivey, et al (1987) menjelaskan mengenai tujuan pada terapi kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara berfikir yang menyalahkan diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih rasional dan toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
g)   Corey (1991) merumuskan mengenai kognitif-behavioristik dan sekaligus rasional-emotif terapi dengan: menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara rasional dan toleran.
h)   Tujuan psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et al (1987): agar seseorang menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung jawab terhadap arah kehidupan seseorang.
i)     Corey (1991) merumuskan tujuan terapi Gestalt: membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamannya. Untuk merangsang menerima tanggung jawab dari dorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
Dapat disimpulkan bahwa beberapa tujuan psikoterapi antara lain :
a)    Perawatan akut (intervensi krisis dan stabilisasi)
b)   Rehabilitasi (memperbaiki gangguan perilaku berat)
c)    Pemeliharaan (pencegahan keadaan memburuk dijangka panjang)
d)   Restrukturisasi (meningkatkan perubahan yang terus menerus kepada pasien).
2.    Tujuan Konseling
Sejalan dengan perkembangannya konsepsi bimbingan dan konseling maka tujuan bimbingan dan konselingpun mengalami perubahan dari yang sederhana sampai ke yang lebih konprehensif yaitu:
a)    Menurut Hamrin & Cliford, ialah untuk membantu individu membuat pilihan penyesuaian-penyesuaian interpretasi dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu
b)   Bradshow untuk memperkuat fungsi-fungsi pendidikan
c)    Tiedeman untuk membantu menjadi insan yang berguna tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang berguna saja dengan proses
Menurut Thompson & Rudolph, 1983 Bimbingan dan konseling bertujuan agar klien:
a)    Mengikuti kemauan-kemauan/saran-saran konselor
b)   Mengadakan perubahan tingkah laku secara positif
c)    Melakukan pemecahan masalah
d)   Melakukan pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran dan pengembangan pribadi
e)    Mengembangkan penerimaan diri
f)    Memberikan pengukuhan.
Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), barbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status social ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya.
Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung dari permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan konpleksitas permasalahannya itu. Masalah-masalah individu berbagai macam ragam jenis, intensitas, dan sangkut pautnya, serta masing-masing bersifat unik.


DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. (1991). Theory and Practice of Conceling and Psychotherapy. California: Brools/Cole Publishing Company.
Gunarso, S. (1992). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ivey, A. (1987). Conseling and Psychotherapy: Integrating Theory and Practice. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Jones, A. (1951). Principle of Guidance and Pupil Personnel Work. New York: McGraw-Hill Book Company.
Phares, & Trull. (2001). Clinical Psychology. USA: Wadsworth.
Prayitno, & Anti. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Scertzer, B., & Stone, H. (1980). Fundamental of Guidance. New York: Hongthon Miffin Company.
Subandi. (2002). Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Thompson, & Rudolph. (1983). Counceling Children. Monterey, California: Brooks/Cole Publishing Company.